Friday, September 18, 2009

RUU Keperawatan Indonesia



Rencana

Aksi Nasional Mahasiswa Keperawatan
Desak Pengesahan UU Keperawatan


Hidup Mahasiswa !

Gelora pergerakan mahasiswa terus dikumandangkan di tengah apatisme terhadap pergerakan itu sendiri. Semua itu bertujuan untuk menjaga nilai2 idealisme yang berdasarkan pikiran2 ideologis-filisofis demi terwujudnya tatanan sosial yang adil-makmur-sejahtera.

Mahasiswa Keperawatan dengan semangat idealismenya terus melakukan perjuangan menuntut segera disahkan UU keperawatan. Alasannya jelas, bahwa dengan adanya undang-undang keperawatan Masyarakat akan menerima pelayanan keperawatan yang berkualitas karena perawat yang berhak melakukan praktik adalah perawat yang telah melalui uji kompetensi yang telalh ditandarkan secara nasional sehingga di seluruh daerah akan memiliki kwalitas praktik yang sama. Seperti diketahui, sampai dengan sekarang standar kompetensi perawat setiap daerah berbeda-beda karena disusun oleh masing-masing daerah/ kota/ propinsi sehingga bagi yang tingkat pendidikan perawatnya baik (identik dengan kota-kota besar) akan memiliki kwlaitas pelayanan keperawatan yang baik, namun bagi daerah kecil atau bahkan terpencil,,tentu menjadi sebuah ironi. Padahal berdsarkan data Depkes, mayoritas perawat berada di daerah. Selain itu, dengan adanya undang-undang Keperawatan masyarakat dan perawat akan mendapat kepastian hukum.

Aroma perjuangan pengesahan UU keperawatan melalui jalur pergerakan mulai dikumandangkan oleh mahasiswa sejak 12 Mei 2007 dengan melakukan aksi di bundaran Hotel Indonesia Jakarta yang diikuti oleh rekan-rekan mahasiswa se-Indonesia. Setahun kemudian tepatnya pada tanggal 12 Mei 2008 terjadi sinergisitas antara mahasiswa dan PPNI dalam memperjuangkan UU Keperawatan ini. Pada momentum tersebut mahasiswa dan PPNI melakukan aksi nasional di depan gedung DPR RI dengan mengerahkan jumlah massa sekitar 1000 orang. Hasilnya ? LUAR BIASA. Sebelumnya urutan RUU Keperawatan berada pada peringkat 150-an dan setelah aksi tersebut naik menjadi urutan 26 dalam Program Legislasi Nasional. Dan DPR RI melalui Komisi IX berkomitmen akan memperjuangkan goal-nya UU Keperawatan dengan targetan maksimal dan minimal. Target maksimalnya yaitu UU Keperawatan disahkan sebelum masa jabatan DPR RI periode 2004 – 2009 berakhir. Adapun targetan minimalnya yaitu :

RUU Keperawatan menjadi Peraturan Pemerintah (ditolak oleh PPNI dan perwakilan lainnya).

RUU Keperawatan masuk ke dalam UU Kesehatan
Mencantumkan pasal dalam UU Kesehatan yang menyebutkan perlu segra disahkannya UU Keperawatan

Namun sampai dengan sekarang dimana masa kerja DPR RI tinggal menghitung hari, TIDAK SATU pun dari komitmen tersebut yang berhasil diwujudkan

Berdasarkan hal tersebut, melalui Rapat Kerja Nasional V ILMIKI di Yogyakarta 12-15 Juni 2009, dideklarasikan Aksi Nasional Mahasiswa Keperawatan Nasional tanggal 18 Agustus 2009 untuk Mendesak segera disahkannya UU Keperawatan sebelum masa kerja 2004-2009 berakhir. Adapun niatan tersebut akan dilaksanakan pada :
Tanggal : 18 Agustus 2009
Tempat : Depan Gedung DPR RI (08.00 - 11.00 WIB) dan Istana Negara (13.00 - 16.00 WIB)
Tema : MAHASISWA BERAKSI, UU KEPERAWATAN TEREALISASI, TAHUN INI HARGA
MATI !

Bagi rekan-rekan mahasiswa PEDULI dengan profesi dan terpanggil hatinya untuk bergerak, namun tidak dapat mengikuti Rapat Kordinasi Persiapan Aksi pada :
Tanggal : Minggu, 16 Agustus 2009
Waktu : Pukul 16.00 WIB s.d selesai
Tempat : PSIK UMJ Cempaka Putih
Dapat langsung bergabung pada saat pelaksanaan aksi tanggal 18 Agustus dengan menggunkan BAWAHAN HITAM, ATASAN BEBAS dan JAKET ALMAMATER !

MARI BERGABUNG DENGAN MAHASISWA SE-INDONESIA ! TUNJUKKAN SOLIDARITAS DAN KOMITMEN KITA UNTUK PROFESI KEPERAWATAN !

Hidup Mahasiswa !
Hidup Profesi Keperawatan !
Hidup Rakyat Indonesia !

untuk infrmasi lebih lanjut rekan-rekan mahasiswa dapat menghubungi :
Weni PSIK FK Unsri (o852-3122-5310)
Jahidin FIK UI (o898-750-2680)
Egi PSIK FKIK UIN Syarief Hidayatullah Jakarta (0856-9747-1231)
Diposkan oleh kastrat_ilmiki di 8/12/2009 03:44:00 PM
Label: info Info
Selasa, 2008 Desember 02



PERNYATAAN SIKAP
Nomor : 04/ILMIKI/22/11/2008

Kebutuhan perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima asuhan keperawatan merupakan hal yang sangat penting dalam kelancaran pemberian asuhan keperawatan yang lebih optimal. Perlindungan hukum ini dapat membantu memperjelas area-area kerja profesi keperawatan sehingga lebih terstruktur dan berjalan dinamis. Selain itu, perlindungan hukum juga akan memberikan dampak yang lebih positif bagi penerima asuhan keperawatan sehingga akan lebih merasakan suatu pelayanan keperawatan yang menjamin hak-haknya.
Menindaklanjuti aksi gerakan nasional kebangkitan perawat Indonesia pada tanggal 12 Mei 2008, kami sebagai mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia menuntut janji pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Keperawatan. Mengingat bahwa keperawatan merupakan suatu profesi yang memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan, maka diperlukan adanya pedoman yang mengatur dan melindungi pemberi dan penerima asuhan keperawatan. Selain itu, dikhawatirkan efektifitas kerja DPR periode 2004-2009 yang akan segera berakhir dalam waktu dekat akan menghambat jalannya pengesahan RUU Keperawatan. Fakta lain dari Asian Free Trade Association (AFTA) 2010 juga menjadi ancaman bagi profesi keperawatan Indonesia. Namun, hingga saat ini belum ada langkah kongkrit dari pemerintah mengenai RUU Keperawatan tersebut.

Dari Latihan Kepemimpinan dan Manajerial Mahasiswa Nasional IV ILMIKI dan Diskusi Publik Kajian Nasional Mahasiswa Keperawatan mengenai RUU Keperawatan Indonesia di Universitas Airlangga Surabaya (19-23 November 2008) dan atas nama seluruh mahasiswa Ilmu Keperawatan di seluruh Indonesia, kami menyuarakan tuntutan agar PPNI dengan tegas segera menindaklanjuti janji pengesahan RUU Keperawatan pada tahun 2009 demi memajukan peningkatan kualitas dan profesionalisme serta jaminan hukum profesi keperawatan Indonesia.

Surabaya, 22 November 2008

Stikes Ceria Buana Padang, Stikes Siti Khadijah Palembang,Universitas Sriwijaya ( UNSRI ) Palembang,Universitas Indonesia Jakarta,Universitas Padjajaran Bandung,Stikes Jenderal A. Yani,Universitas Gadjah Mada ( UGM )Yogyakarta,Stikes Aisyiah Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ( UMY ),Universitas Jenderal Soedirman ( UNSOED ) Purwokerto,Universitas Diponegoro ( UNDIP ) Semarang,Stikes Kendal,Universitas Muhamadiyah Surakarta ( UMS ),Universitas Brawijaya Malang,Universitas Airlangga ( UNAIR ) Surabaya,UNIPDU Jombang, Universitas Muhamadiyah Malang ( UMM ),Universitas Hasanudin ( UNHAS ) Makasar,Universitas Indonesia Timur ( UIT
Diposkan oleh kastrat_ilmiki di 12/02/2008 07:10:00 PM
Label: info Info
Selasa, 2008 Juli 22



Gerakan Nasional Perawat Sukseskan UU Keperwatan
( 12 Mei 2008)
Oleh : Yudi Ariesta Chandra / Dirjend Kastrat dan Advokasi ILMIKI 2007/2009
Hidup mahasiswa Keperawatan Indonesia !!!

Rekan-rekan mahasiswa Keperawatan Indonesia, pada tanggal 12 Mei 2008 yang lalu, segenap element dunia keperawatan Indonesia bersatu padu bergerak mengadakan aksi nasional bertemakan “Gerakan Perawat Sukseskan Undang-undang Keperawatan” dengan aksi demonstrasi turun ke jalan dan aksi simpatik. Kegiatan ini dilaksanakan serentak di seluruh propinsi di Indonesia, dan khusus untuk wilayah Jakarta aksi demonstrasi dipusatkan digedung DPR/ MPR RI dengan didahului long march dari Senayan, dan aksi simpatik dengan membagikan cinderamata yang memuat pesan tentang tujuan kegiatan tersebut. Selain itu beberapa rumah sakit di Jakarta berpartisipasi dalam kegiatan tersebut dengan membagikan cinderamata kepada para pasien.
“Gerakan Nasional Perawat Sukseskan Undang-undang Keperawatan” merupakan salah satu hasil dari Rakernas II PPNI di Semarang pada tanggal 17 19 April 2008 lalu. Tujuan dari pelaksanaan aksi ini adalah menjadikan RUU keperawatn masuk dalam agenda DPR RI. Dengan momentum hari keperawatan Internasional yang bertepatan dengan pelaksanaan aksi tersebut, diharapkan aksi yang dilakukan akan memblow up isu tentang pentingnya UU Keperawatan, sehingga dengan demikian UU Keperawatan akan masuk menjadi agenda DPR RI untuk segera disahkan.
Sesuai dengan rencana, aksi demonstrasi di Jakarta berjalan dengan baik. Aksi demonstrasi mendapat massa tambahan dari daerah Jawa barat, Jawa tengah, Yogyakarta, Banten, Lampung, dan Bangka-belitung yang dikirimkan oleh PPNI daerah-daerah tersebut. Peserta aksi di Jakarta diperkirakan berjumlah 10.000 orang yang terdiri dari mahasiswa, perawat, dosen keperawatan, dan insane keperawatan lainnya. Tidak ketinggalan pula beberapa LSM pun ikut berperan dalam pelaksanaan aksi demonstrasi tersebut seperti YLKI.
Hasil yang didapatkan dalam aksi tersebut adalah pernyataan sikap dari DPR RI Komisi IX yang menyatakan siap memperjuangkan disahkannya UU Keperawatan. Hal itu disampaikan setelah perwakilan peserta aksi, yang terdiri dari PP PPNI, perwakilan pengurus propinsi PPNI, dan mahasiswa (ILMIKI) dpersilahkan masuk ke dalam gedung untuk bertemu dengan Komisi IX DPR RI. Dalam pertemuan tersebut Komisi IX menyatakan akan memperjuangkan goal-nya UU Keperawatan dengan targetan maksimal dan minimal. Target maksimalnya yaitu UU Keperawatan disahkan sebelum masa jabatan DPR RI periode 2004 – 2009 berakhir. Adapun targetan minimalnya yaitu :
RUU Keperawatan menjadi Peraturan Pemerintah ( ditolak oleh PPNI dan perwakilan lainnya).
RUU Keperawatan masuk ke dalam UU Kesehatan
Mencantumkan pasal dalam UU Kesehatan yang menyebutkan perlu segra disahkannya UU Keperawatan.
Dilihat dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan aksi berjalan sesuai tujuan. Namun, hal yang lebih penting lagi yaitu proses follow up dari semua insan keperawatan terutama PPNI dalam menggiring usaha Komisi IX DPR RI secara kontinyudan konsisten. Jika tidak demikian maka UU Keperawatan akan sulit terwujud.
Diposkan oleh kastrat_ilmiki di 7/22/2008 12:37:00 AM
Label: info Info
Minggu, 2008 Mei 04


Aksi Nasional Keperawatan 12 Mei 2008
Langkah awal meng’goal”kan Undang-undang Keperawatan
Pentingnya Undang-Undang keperawatan
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat/ ners harus memilki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu.
Saat ini 40% - 75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Swansburg, 1999). Hal ini dikarenakan telah terjadi pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi, bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI mengenai kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Dari sini kita dapat menyadari bahwa perawat berada pada posisi kunci dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masayarakat, sehingga diperlukan suatu regulasi yang jelas dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan dan perlindungan hukum pun mutlak didapatkan oleh perawat.
Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia keperawatan di Indonesia masih memprihatinkan. Fenomena “gray area” pada berbagai jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya masih sulit dihindari. Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005 ) menunjukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung Puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan (57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas admisnistrasi seperti bendahara, dll (63,6%).
Pada keadaan darurat, “gray area” sering sulit dihindari. Dalam keadaan ini, perawat yang tugasnya berada di samping klien selama 24 jam sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk dari dokter, terutama di Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola Puskesmas, sering menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah sering kita jumpai di berbagai Puskesmas terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai, dan tentu saja hal ini tidak mendapatkan perlindungan hukum karena tidak dapat dipertanggungjawabkan secara professional.
Kemudian fenomena melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai disiplin ilmu keperawatan.
Dari beberapa kenyataan di atas, jelas bahwa diperlukan suatu ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan dalam rangka menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi persyaratan yang mendapatkan izin melakukan praktik keperawatan.
Untuk itu diperlukan Undang-undang Praktik keperawatan yang mengatur keberfungsian Konsil Keperawatan sebagai badan regulator untuk melindungi masyarakat. Fungsi Konsil keperawatan, sebagai Badan Independen yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden, yakni mengatur sistem registrasi, lisensi, dan sertifikasi bagi praktik perawat (PPNI, 2006). Dengan adanya Undang-undang Praktik Keperawatan maka akan terdapat jaminan terhadap mutu dan standar praktik, di samping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima asuhan keperawatan.
Seruan Aksi Nasional Perawat sukseskan UU Keperawatan.
Saat ini desakan dari seluruh elemen keperawatan akan perlunya UU Keperawatan semakin tinggi. Uraian di atas cukup menggambarkan betapa pentingnya UU Keperawatan tidak hanya bagi perawat sendiri, melainkan juga bagi masyarakat selaku penerima asuhan keperawatan. Sejak dilaksanakannya Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 yang menetapkan bahwa keperawatan merupakan profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, berbagai cara telah dilakukan dalam memajukan profesi keperawatan.
Pada tahun 1989, PPNI sebagai organisasi profesi perawat di Indonesia mulai memperjuangkan terbetuknya UU Keperawatan. Berbagai peristiwa penting terjadi dalam usaha mensukseskan UU Keperawatan ini. Pada tahun 1992 disahkanlah UU Kesehatan yang di dalamnya mengakui bahwa keperawatan merupakan profesi ( UU Kesehatan No.23, 1992). Peristiwa ini penting artinya, karena sebelumnya pengakuan bahwa keperawatan merupakan profesi hanya tertuang dalam Peraturan Pemerintah ( PP No.32, 1966). Dan usulan UU Keperawatan baru disahkan menjadi Rancangan Undang-uandang ( RUU) Keperawatan pada tahun 2004.
Perlu kita ketahui bahwa untuk membuat suatu undang-undang dapat ditempuh dengan dua cara yakni melalui Pemerintah (UUD 1945 Pasal 5 ayat 1) dan melalui DPR (Badan Legislatif Negara). Selama hampir 20 tahun ini PPNI memperjuangkan UU Keperawatan melalui Pemerintah, dalam hal ini Depkes RI. Dana yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tapi kenyataannya hingga saat ini RUU keperawatan berada pada urutan 250-an pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas), yang pada tahun 2007 berada pada urutan 160 ( PPNI, 2008). Berdasarkan hal tersebut, akhirnya PPNI merubah haluan dalam memperjuangkan UU Keperawatan, yakni dengan melalui DPR RI.
Tentunya, pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. Hal ini terkait status DPR yang merupakan lembaga perwakilan rakyat, sehingga pembahasan-pembahasan yang dilakukan merupakan masalah yang sedang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, pencerdasan kepada masyarakat akan pentingnya UU Keperawatn harus dilakukan agar masyarakat merasa butuh dan usulan UU Keperawatan pun masuk dalam agenda DPR RI.
Berkaitan dengan itu, pada Rakernas II PPNI, 17 – 19 Mei 2008 di Semarang, disepakati pelaksanaan Gerakan Nasional Perawat Sukseskan Undang-undang Keperawatan dengan turun ke jalan melakukan demonstrasi ke DPR RI dan melakukan aksi simpatik, dengan tidak meninggalkan pelayanan dengan tujuan pem-blow up-an isu pentingnya UU Keperawatan ke masyarakat yang pada akhirnya memberi desakan kepada DPR RI untuk segera mengesahkan UU Keperawatan.
Pentingnya Keikutsertaan Mahasiswa
Perlu kita cermati bahwa aksi nasional yang akan dilakukan bukan sekedar aksi yang mengatasnamakan perawat seja, tetapi juga nama baik profesi keperawatan keseluruhan. Keberhasilan pelaksanaan aksi tidak hanya menjadi presiden yang baik untuk profesi ini tetapi juga memperlancar terbentuknya UU Keperawatan, demikian pula sebaliknya.
Belajar dari pengalaman tahun lalu, saat memperingati Hari Keperawatan Sedunia di mana mahasiswa berjalan sendiri dengan aksi demonstrasinya di HI dan PPNI sibuk dengan konferensi pers-nya padahal kenyataannya dua kegiatan tersebut memiliki tujuan yang sama yakni Pencerdasan public tentan UU Keperawatan, yang berujung pada kurang ter-blow up-nya isu ke masyarakat, dapat menjadi pelajaran untuk kita semua bahwa pentingnya kesatuan gerak seluruh elemen keperawatan dalam mensukseskan UU Keperawatan. Pelaksanaan Aksi Nasional 12 Mei 2008 ini merupakan momentum yang tepat untuk mulai mewujudkannya.
Mahasiswa keperawatan dengan kuantitas massa dan intelektualitasnya yang besar dapat menjadi salah satu kekuatan utama dalam pelaksanaan aksi nasional ini. Dan mengingat bahwa aksi ini merupakan awal perjuangan baru dalam mensukseskan UU Keperawatan, peranan mahasiswa sebagai social control mutlak diperlukan terutama setelah pelaksanaan aksi dalam menjaga kontinuitas usaha PPNI dalam memperjuangkan terciptanya UU Keperawatan. unya, pengetahuan masyarakat akan pentingnya UU Keperawatan mutlak diperlukan. _____________________________________________
oleh kastrat_ilmiki di 5/04/2008 06:04:00 AM



“Behind the Scene” Rakernas II PPNI
Jalannya Rakernas II PPNI dari kacamata Mahasiswa
Oleh : Yudi Ariesta Chandra/ Dirjend Kastrat & Advokasi ILMIKI 2007-2009


Tiga tahun sudah masa kepengurusan PPNI masa bhakti 2005-2009 berjalan. Banyak sekali tentunya hal-hal yang telah dilakukan oleh para pengurus dalam mengembangkan organisasi ini pada khususnya dan profesi keperawatan di Indonesia pada umumnya selama tiga tahun ini. Berkaitan dengan itu, beberapa waktu yang lalu tepatnya tanggal 17 – 19 Mei 2008 bertempat di Semarang, diadakan acara Rapat Kerja Nasional ( Rakernas ) II PPNI. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja PPNI baik tingkat pusat maupun daerah, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah atau isu-isu yang berkembang di tingkat pusat maupun daerah, dan membentuk panitia ad hoc guna penyelesaian masalah-masalah atau isu-isu yang berkembang di pusat maupun daerah tersebut.

Kegiatan berlangsung selama tiga hari mulai dari Kamis, 17 Mei pukul 16.00 WIB hingga Sabtu, 19 Mei 2008 pukul 14.30 WIB. Adapun jalannya kegiatan dapat dijabarkan sebagai berikut :
Pembukaan ( Kamis, 16.00-16.35 WIB ),
Keynote speech oleh Menteri Kesehatan RI yang disampaikan oleh Dirjend Yanmedik Depkes RI ( Kamis, 16.36-17.40 WIB ),
Sidang pleno I : Pembahasan dan pengesahan Tata Tertib Sidang
Welcome party dan City Tour ( Kamis, 18.00-23.00 WIB ),
Sidang pleno II : Laporan PPNI Pusat dan Daerah ( Jum’at, 07.45-20.00 WIB ),
Sidang Komisi ( Jum’at, 20.01 – 21.00 WIB dilanjutkan pada hari Sabtu, 07.50 – 09.00 WIB ),
Diskusi bersama Anggota Komisi IX DPR RI ( Jum’at, 21.00 – 23.00 WIB )
Sidang pleno III : Pembahasan hasil sidang komisi ( Sabtu, 09.01 – 10.30 WIB )
Sosialisasi Buku KIA dan Sosialisasi KNKP, Standar profesi, Kolegium, dan Praktik mandiri ( Sabtu, 10.31 – 13.00 WIB )
Sidang Pleno IV : Keputusan dan Rekomendasi Rakernas ( Sabtu, 13.01 – 13.53 WIB )
Pembacaan Penyampaian sikap Mahasiswa S1 Keperawatan se-Indonesia ( Sabtu 13.54 – 13.59 WIB )
Penutup. ( Sabtu 14.00 WIB )
Konferensi Pers ( Sabtu, 14.01 – 14.30 WIB )

Seperti rapat kerja nasional pada umumnya, jalannya rapat diselingi oleh banyak interupsi baik yang sifatnya pertanyaan, penyampaian pendapat maupun klarifikasi terutama pada saat Laporan PPNI Pusat dan daerah. Terkadang terjadi keterlambatan dari jadwal yang telah ditetapkan. Namun demikian, dapat dikatakan pelaksanaan kegiatan tersebut secara teknis tidak ada masalah. Dan berdasarkan polling yang dilakukan oleh Panitia, sekitar 95 % peserta puas dengan hasil kerja Panitia dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut.

Namun, hal di atas hanyalah gambaran pelaksanaan kegiatan secara teknis. Jika berbicara tentang “content” kegiatan, masih ada beberapa hal yang perlu dievaluasi. Pertama, jika kita perhatikan secara seksama tentang jadwal sidang komisi, sidang komisi hanya berlangsung selama sekitar dua jam, itu sudah termasuk persiapan sidang komisi seperti pembahasan aturan sidang, mobilisasi peserta ke ruang sidang komisi dan pemilihan ketua masing-masing komisi. Jadi bisa dibayangkan berapa lama waktu efektif dalam pelaksanaan sidang komisi tersebut. Padahal sebelumnya saat sidang pleno disepakati bahwa masalah-masalah yang ada akan dibahas di sidang komisi dan pleno III. Praktis, masih ada beberapa masalah yang belum terselesaikan ataupun sempat dibahas. Tetapi untunglah ada beberapa peserta yang menyadari hal tersebut, dan mereka melakukan lobbying di luar jadwal, membahas agenda komisi mereka masing-masing setelah diskusi bersama Anggota DPR RI. Dan sidang pleno III diharapkan dapat mengoptimalkan pembahasan masalah-masalah yang belum terselesaikan di komisi. Tetapi ternyata, sidang pleno pun hanya sekedar menjadi ajang sosialisasi hasil sidang komisi tanpa waktu yang cukup untuk mengkritisinya. Mengatasnamakan “Terbatasnya waktu”, akhirnya kegiatan ini masih menyisakan berbagai permasalahan yang belum terselesaikan atau malah tidak terbahas sama sekali.

Kemudian yang perlu menjadi perhatian lagi adalah tidak adanya media cetak dan elektronik baik lokal apalagi nasional, yang meliput jalannya kegiatan kecuali hanya pada saat konferensi pers. Hal ini sungguh cukup ironis mengingat itu merupakan salah satu kegiatan yang sangat besar artinya bagi kemajuan profesi Keperawatan di Indonesia. Seharusnya pelibatan media pada kegiatan-kegiatan besar profesi harus maksimal sebagai sarana transfer informasi kepada masyarakat, terlebih lagi jika dikaitkan tentang fokus utama PPNI saat ini yakni terciptanya Undang-undang Keperawatan.

Terlepas dari itu semua itu, tentunya banyak juga hal-hal positif yang dihasilkan di Rakernas II PPNI ini. Sosialisasi Komite Nasional Kompetensi Perawat ( KNKP ), Standar profesi, Kolegium Keperawatan, dan standar praktik mandiri keperawatan adalah salah satu hal penting yang dihasilkan dari kegiatan ini selain penyelesaian masalah-masalah yang ada. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah “kesatuan” suara para pengurus PPNI, baik pusat maupun daerah, untuk melakukan Aksi Nasional : Gerakan Perawat sukseskan Undang-undang keperawatan dengan turun ke jalan melakukan demonstrasi dan aksi simpatik, dengan tidak meninggalkan pelayanan pada tanggal 12 Mei 2008 yang bertepatan dengan “International Nurses Day”, dengan tujuan “sounding” kepada masayarakat tentang pentingnya Undang-undang keperawatan dalam rangka mensukseskan terbentuknya Undang-undang Keperawatan di negeri ini.

Tentunya aksi ini perlu dipersiapkan dengan matang. Keterlibatan semua komponen profesi keperawatan harus dimaksimalkan, termasuk optimalisasi peranan mahasiswa keperawatan Indonesia. Agar kelak aksi yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diinginkan sehingga masyarakat menyadari akan pentingnya Undang-undang keperawatan. Dengan demikian, pintu gerbang adanya Undang-undang keperawatan akan semakin kita dekati.

oleh kastrat_ilmiki di 5/04/2008 05:57:00 AM

Monday, March 2, 2009

Registered Nurse

A registered nurse ("RN"), is a health care professional responsible for implementing the practice of nursing through the use of the nursing process in concert with other health care professionals. Registered nurses work as patient advocates for the care and recovery of the sick and maintenance of their health. In their work as advocates for the patient, RNs use the nursing process to assess, plan, implement, and evaluate nursing care of the sick and injured. RNs have more training than licensed practical nurses.

United Kingdom
See Nursing in the United Kingdom for more information.
To practice lawfully as a registered nurse in the United Kingdom, the practitioner must hold a current and valid registration with the Nursing and Midwifery Council. The title "registered nurse" can only be granted to those holding such registration. This protected title is laid down in the Nurses, Midwives and Health Visitors Act, 1997.[1]

[edit] First level Nurses
First level nurses make up the bulk of the registered nurses in the UK. They were previously known by titles such as RGN (registered general nurse), RSCN (registered sick children's nurse), RMN (registered mental nurse) , RNLD (registered nurse learning disabilities) and SRN (state registered nurse) etc.

[edit] Second level nurses
See state enrolled nurse for more information.
Second level nurse training is no longer provided, however they are still legally able to practice in the United Kingdom as a nurse. Many have now either retired or undertaken conversion courses to become first level nurses.

[edit] Specialist nurses
The NHS employs a huge variety of specialist nurses. These nurses have many years of experience in their field, in addition to extra education and training (see below).
They split into several major groups:

Nurse practitioners - these nurses carry out care at an advanced practice level. They often perform roles similar to those of doctors. They commonly work in primary care (e.g. GP surgeries) or A&E departments, although they are increasingly being seen in other areas of practice.

Specialist community public health nurses - traditionally district nurses and health visitors, this group of practitioners now includes many school nurses and occupational health nurses.

Clinical nurse specialists - nurses undertaking these roles commonly provide clinical leadership and education for the staff nurses working in their department, and may also have special skills or knowledge which ward nurses can draw upon.

Nurse consultants - these nurses are similar in many ways to the clinical nurse specialist, but at a higher level. These practitioners are responsible for clinical education and training of those in their department, and many also have active research and publication activities.

Lecturer-practitioners - these nurses work both in the NHS, and in universities. They typically work for 2-3 days per week in each setting. In university, they train pre-registration student nurses (see below), and often teach on specialist courses for post-registration nurses (e.g. a Lecturer-practitioner in critical care may teach on a Masters degree in critical care nursing).

Lecturers - these nurses are not employed by the NHS. Instead they work full time in universities, both teaching and performing research.

[edit] Managers
Many nurses who have worked in clinical settings for a long time choose to leave clinical nursing and join the ranks of the NHS management. This used to be seen as a natural career progression for those who had reached ward management positions, however with the advent of specialist nursing roles (see above), this has become a less attractive option.
Nonetheless, many nurses fill positions in the senior management structure of NHS organisations, some even as board members. Others choose to stay a little closer to their clinical roots by becoming clinical nurse managers or modern matrons

[edit] Nurse education

[edit] Pre-registration
In order to become a registered nurse, and work as such in the NHS, one must complete a program recognised by the Nursing and Midwifery Council. Currently, this involves completing a degree or diploma, available from a range of universities offering these courses, in the chosen branch speciality (see below), leading to both an academic award and professional registration as a 1st level registered nurse. Such a course is a 50/50 split of learning in university (i.e. through lectures, essays and examinations) and in practice (i.e. supervised patient care within a hospital or community setting).

These courses are three (occasionally four) years' long. The first year is known as the common foundation program (CFP), and teaches the basic knowledge and skills required of all nurses. The remainder of the program consists of training specific to the student's chosen branch of nursing. These are:
Adult nursing.
Child nursing.
Mental health nursing.
Learning disabilities nursing.
Midwifery training is similar in length and structure, but is sufficiently different that it is not considered a branch of nursing. There are shortened (18 month) programmes to allow nurses already qualified in the adult branch to hold dual registration as a nurse and a midwife.

Shortened courses lasting 2 years also exist for graduates of other disciplines to train as nurses. This is achieved by more intense study and a shortening of the common foundation program.[2]
Student nurses currently receive a bursary from the government to support them during their nurse training. Diploma students in England receive a non-means-tested bursary of around £6000 per year (with additional allowances for mature students or those with dependent children), whereas degree students have their bursary means tested (and so often receive less). Degree students are, however, eligible for a proportion of the government's student loan, unlike diploma students.
In Scotland, however, all student nurses regardless of which course they are undertaking, receive the same bursary in line with the English diploma amount. In Wales only the Degree level course is offered and all nursing students therefore receive a non-means-tested bursary.
Before Project 2000, nurse education was the responsibility of hospitals and was not based in universities; hence many nurses who qualified prior to these reforms do not hold an academic award.

[edit] Post-registration
After the point of initial registration, there is an expectation that all qualified nurses will continue to update their skills and knowledge. The Nursing and Midwifery Council insists on a minimum of 35 hours of education every three years, as part of its post registration education and practice (PREP) requirements.[citation needed]
There are also opportunities for many nurses to gain additional clinical skills after qualification. Cannulation, venepuncture, intravenous drug therapy and male catheterisation are the most common, although there are many others (such as advanced life support) which some nurses will undertake.

Many nurses who qualified with a diploma choose to upgrade their qualification to a degree by studying part time. Many nurses prefer this option to gaining a degree initially, as there is often an opportunity to study in a specialist field as a part of this upgrading. Financially, in England, it is also much more lucrative, as diploma students get the full bursary during their initial training, and employers often pay for the degree course as well as the nurse's salary.[citation needed]
In order to become specialist nurses (such as nurse consultants, nurse practitioners etc.) or nurse educators, some nurses undertake further training above bachelors degree level. Masters degrees exist in various healthcare related topics, and some nurses choose to study for PhDs or other higher academic awards. District nurses and health visitors are also considered specialist nurses, and in order to become such they must undertake specialist training (often in the form of a top up degree (see above) or post graduate diploma).

All newly qualifying district nurses and Health Visitors are trained to prescribe from the Nurse Prescribers' Formulary, a list of medications and dressings typically useful to those carrying out these roles. Many of these (and other) nurses will also undertake training in independent and supplementary prescribing, which allows them (as of May 1st 2006) to prescribe almost any drug in the British National Formulary. This has been the cause of a great deal of debate in both medical and nursing circles.[citation needed]

[edit] United States
The scope of practice of registered nurses is the extent to and limits of which an RN may practice. In the United States, these limits are determined by a set of laws known as the Nurse Practice Act of the state or territory in which an RN is licensed. Each state has its own laws, rules, and regulations governing nursing care. Usually the making of such rules and regulations is delegated to a state board of nursing, which performs day-to-day administration of these rules, qualifies candidates for licensure, licenses nurses and nursing assistants, and makes decisions on nursing issues. It should be noted that in some states the terms "nurse" or "nursing" may only be used in conjunction with the practice of a Registered Nurse(RN)or licensed practical or vocational nurse (LPN/LVN).

The scope of practice for a registered nurse is wider than for an LPN/LVN because of the level and content of education as well as what the Nurse Practice Act says about the respective roles of each.

In the hospital setting, registered nurses are often assigned a role to delegate tasks performed by LPNs and unlicensed assistive personnel such as nursing assistants.
RNs are not limited to employment as bedside nurses. Registered nurses are employed by physicians, attorneys, insurance companies, private industry, school districts, ambulatory surgery centers, among others. Some registered nurses are independent consultants who work for themselves, while others work for large manufacturers or chemical companies. Research Nurses conduct or assist in the conduct of research or evaluation (outcome and process) in many areas such as biology, psychology, human development, and health care systems. The average salary for a staff RN in the United States in 2007 was over $50,000.

[edit] Educational and licensure requirements

[edit] Two-year college degree
In the United States, there are three routes to initial licensure as a registered nurse. The shortest path (and the most widely utilized) is a two-year Associate of Science in Nursing, a two-year college degree referred to as an ADN; this is the most common initial preparation for licensure in the U.S. Often in competitive metropolitan areas within the US, two-year programs can require several prerequisite courses which ultimately stretch out the degree-acquiring process to about 3 or, sometimes, even 4 years.

[edit] Hospital diploma program
Another method is to attend a diploma program, which lasts approximately three years. Students take between 30 and 60 credit hours in anatomy, physiology, microbiology, nutrition, chemistry, and other subjects at a college or university, then move on to intensive nursing classes. Until 1996, most RNs in the US were initially educated in nursing by diploma programs.[3]

[edit] The Bachelor of Science in Nursing
The third method is to obtain a Bachelor of Science in Nursing, a four-year degree that also prepares nurses for graduate-level education. For the first two years in a BSN program, students usually obtain general education requirements in the same manner as ADN and diploma graduates; they spend the remaining time in nursing courses. Advocates for the ADN and diploma programs state that such programs have a more "hands-on" approach to educating students, while the BSN is an academic degree that emphasizes research and nursing theory. Nursing schools must be accredited by either the National League for Nursing Accrediting Commission (NLNAC) or the Commission on Collegiate Nursing Education (CCNE).

[edit] The Master's Entry Program
There is a relatively new method to obtain an RN, through a Master's of Science in Nursing program. This type of program combines the state Board of Registered Nursing (BRN) education requirements to obtain an RN with the education necessary to receive an MSN. The requirements to enter this type of program are that a student has an undergraduate degree in a nursing or related field and has completed the prerequisites required by a standard RN program. The student graduates with the ability to take the state boards to receive an RN, a Master's degree and often an advanced practice certification.

[edit] Licensure examination
Completion of any one of these three educational routes allows a graduate nurse to take the NCLEX-RN, the test for licensure as a registered nurse, and is accepted by every state as an adequate indicator of minimum competency for a new graduate. However, controversy exists over the appropriate entry-level preparation of RNs. Some professional organizations believe the BSN should be the sole method of RN preparation and ADN graduates should be licensed as "technical nurses" to work under the supervision of BSN graduates. Others feel the hands-on skill of diploma and ADN graduates makes up for any deficiency in theoretical preparation. Regardless of this debate, it is highly unlikely that the BSN will become the standard for initial preparation any time soon, because of the nursing shortage and the lack of faculty to teach BSN students.

[edit] Graduate nursing opportunities
Advanced education in nursing is done at the masters and doctoral levels. A Master of Science in Nursing or a Master of Nursing takes about three years of full-time study to complete and prepares the graduate for specialization as a nurse practitioner, a clinical nurse leader (CNL), a certified registered nurse anesthetist (CRNA), or a clinical nurse specialist (CNS). Nurse practitioners work in fields as diverse as midwifery, family practice, psychiatry, gerentology, or pediatrics, while a CNS usually works for a facility to improve patient care, do research, or as a staff educator. Doctoral programs in nursing prepare the student for work in nursing education, health care administration, clinical research, or advanced clinical practice. Most programs confer the Ph.D in nursing, but some confer the Doctor of Nursing Science (DNS or DNSc), Doctor of Nursing Practice (DNP), Doctor of Science in Nursing (DSN), or the Doctor of Education (Ed. D.). Doctoral programs take from three to five years of full-time study to complete.

[edit] Nursing board certification
Professional nursing organizations, through their certification boards, have voluntary certification exams to demonstrate clinical competency in their particular specialty. Completion of the prerequisite work experience allows an RN to register for an examination, and passage gives an RN permission to use a professional designation after their name. For example, passage of the American Association of Critical-care Nurses specialty exam allows a nurse to use the initials 'CCRN' after his or her name. Other organizations and societies have similar procedures.
The American Nurses Credentialing Center, the credentialing arm of the American Nurses Association, is the largest nursing credentialing organization and administers more than 30 specialty examinations.[4]

References

Thursday, January 22, 2009

Registered Nurse Certificate


PRESS RELEASE


(Jakarta, 5 Juni 2008; Bertepatan dengan 100 tahun kebangkitan Indonesia)Menurut UUD kita, Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang paling dasar yang harus dapat dinikmati oleh setiap rakyat Indonesia. Tanpa pengecualian, termasuk rakyat miskin. Misi Pemerintah yang sangat mulia : Membuat Rakyat Sehat, harus didukung oleh semua kader-kader bangsa termasuk IRNI (Ikatan Registered Nurse Indonesia). Kemiskinan – Pendidikan Rendah – Penyakit, ditambah bencana yang datang silih berganti seakan mata rantai yang sulit diputuskan. Sampai-sampai seseorang rela menjual diri dan ideologinya demi berperang melawan kemiskinan, kebodohan dan penyakit.Untuk mengatasi hal tersebut, Perawat berupaya memberikan pelayanan keperawatan kepada rakyat, tetapi pelayanan asuhan keperawatan yang diterima rakyat belum memenuhi standar professional yang seharusnya diterimanya. Maka wajar bila orang yang mampu mencari pelayanan keperawatan di luar negeri, karena perawat dari bangsanya sendiri belum tersertifikasi. Disisi lain, rumah sakit di Indonesia yang berlabel “Internasional” , berupaya mendatangkan perawat yang bersertifikasi RN (Registered Nurse) dari luar negeri. Ironisnya perawat Indonesia yang di negaranya belum memiliki system sertifikasi RN, perawat kita hanya menjadi asisten nurse . Menjadi tamu di negaranya sendiri. Ketahanan dan devisa bangsa kita digerogoti, dari masuknya RN asing tanpa kita sadari. Mencermati situasi tersebut, Indonesia dapat menangkap Peluang Internasional yang tertuang dalam Workshop Keperawatan negara-negara APEC di Jakarta 6 - 7 Desember 2006 dan MRA (Mutual Recognition Arrangement) on Nursing Services 8 Desember 2006 di Cebu. Kesepekatan tersebut berisi : pendidikan, pelatihan dan migrasi perawat di negara ASEAN menggunakan satu tanda yaitu : RN (Registered Nurse). Selanjutnya dijelaskan bahwa Definisi Perawat Profesional adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan mampu melakukan praktik keperawatan yang dibuktikan oleh sertifikasi RN yang dilakukan oleh badan atau otoritas regulator keperawatan (NRA) negara ybs. Untuk Indonesia sebagai NRA yang disepaki dalam MRA negara-negara ASEAN adalah Departemen Kesehatan RI.
Indonesia memiliki peluang emas mengembangkan infrastruktur sertifikasi RN dan Depkes RI sebagai NRA (Nursing Regulatory Authority).Di luar negeri RN Indonesia, akan lebih diminati dibanding RN dari negara lain karena memiliki sifat “Caring” yang lebih unggul. Bila Indonesia bisa menempatkan 25 ribu RN pertahun di luar negeri, maka dana remitance (yang kembali ke Indonesia) minimal 153 juta $ USA. Gaji perawat yang telah memiliki sertifikat RN di LN (USA) minimal 48 $ USA per jam, dan bila mereka bekerja di akhir pekan maka gaji mereka akan dibayar dua kali lipat lebih besar. Saat ini, perawat kita di LN dibayar jauh lebih rendah dibanding perawat dari negara lain. Karena perawat yang kita kirim bukan RN.Apakah INDONESIA BISA ... ? melakukan sertifikasi RN ? Presiden, DPR RI, Depkes RI ..., mereka yang bisa menjawab : Sekarang, Besok atau ...................... ,Belajar dari pengalaman Thailand, Filiphina, Brunei, atau USA bahwa sertifikasi RN di negara tersebut berhasil karena didukung oleh Ratu, Presiden, Sultan bahkan DPR. Sertifikasi RN demi kesejahteraan bangsa di Indonesia akan terwujud sesegera mungkin bila didukung oleh Presiden, DPR, Depkes RI dan pemerintah serta industri kesehatan.
IRNI sebagai organisasi profesi keperawatan, siap mengawal sertifikasi RN di Indonesia. Sertifikasi RN untuk kesejahteraan bangsa, Sertifikasi RN untuk meretas kompetensi unggul sehingga mampu bersaing sehat di pergaulan Internasional. Pada akhirnya sertifikasi RN akan berdampak kepada penurunan angka kemiskinan yang dapat meningkatkan ketahan bangsa Indonesia.Mari kita Buktikan Bahwa : ”INDONESIA BISA Membangun sertifikasi RN”
Good Nursing, Good Health : A Good Investment
Disajikan Pada Seminar NasionalSosialisasi Industri Kesehatan Dalam Standarisasi dan Sertifikasi Kompetensi Perawat ProfesionalDepkes RI, Depnakertrans RI, BNSP, ARSADA & IRNI.
sumber : ailiyun 2008

Standar Tempat Cuci Tangan

Sebagai seorang perawat mencuci tangan adalah hal yang wajib di lakukan sebelum dan sesudah menyentuh pasien. Hal ini di lakukan untuk menghindari dan sekaligus menurunkan angka terjadinya cross infection yang terjadi di rumah sakit.

Standart yang tempat cuci tangan terdapat adanya air panas dan dingin, sabun, tissue pengering dan chlorhexidine atau larutan yang mengandung alkohol untuk membunuh kuman yang di mungkinkan masih menempel di tangan walaupun sudah mencuci tangan berulang-ulang sesuai dengan standart.

Sekilas Perbedaan Perawat Indonesia dan Australia

Semua orang akan memahami bahwa profesi keperawatan adalah sebuah profesi yang sangat menentukan bagi baik buruknya system pelayanan kesehatan di sebuah negara. Baik itu di negara yang sedang berkembang ataupun negara maju, system pelayanan kesehatan terutama di bidang keperawatan seharusnya sudah mempunyai peraturan perundang2an yang sama secara universal atau international. Karena pada intinya bidang ini akan memberikan suatu pelayanan kesehatan yang sama kepada masyarakat. Mungkin perbedaaan hanya bisa di lihat dari cara pelayanannya dan hasil akhirnya. Dan sebenarnya perbedaan itu bisa di hidari jika masing2 negara mempunyai suatu system/ peraturan yang sama baik itu dari segi pendidikannya maupun dari segi system pelayanan kesehatannya itu sendiri.

Dari hasil pengamatan secara sekilas perbedaan keperawatan di Indonesia dan Australia di bagi berbagai macam yang diantaranya dari system pendidikan.
Hanya dari segi pendidikan, kita bisa lihat perbedaan yang sangat mencolok. Jenjang karier keperawatan di Indonesia sulit di bedakan antara SPK, AKPER dan Skep/S1. Walaupun pada dasarnya mereka mempunyai perbedaan tingkat pendidikan, namun di rumah sakit mereka mempunyai kesamaan dalam memberikan pelayanan kesehatan di bidang keperawatan. Hak dan tanggung jawab mereka hampir sama dalam memberikan obat baik itu injeksi maupun oral. Belum lagi kesamaan dalam melakukan tindakan seperti memasang infus, NGT ataupun catheterisation. Dari alasan kesamaan ini, banyak rumah sakit yang cenderung memilih mempekerjakan tenaga SPK atau Akper karena mereka mau di bayar lebih murah di banding mempekerjakan Lulusan Skep/S1 yang tentunya standart gajinya lebih tinggi. Sedangkan mereka sama2 bisa memberikan dan melalukan tindakan2 keperawatan pada umumnya. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa rumah sakit pun belum mau mendukung system pendidikan yang ada dan belum mau setingkat lebih maju dalam mempergunakan tenaga2 ahli lulusan sarjana keperawatan.


Sedangkan di Australia kita merasakan perbedaan yang jelas antara tugas dan tanggung seorang lulusan Sarjana keperawatan/ Bachelor of Nursing/RN ( Registered Nurse) dengan perawat bercertificate seperti AIN/ Assistant In Nursing, TEN/Trainee Enrolled Nurse, EEN/ Endorse Enrolled Nurse ataupun EN/Enrolled nurse dll. Seorang Registered Nurse dapat memberikan dan melalukan hampir mayoritas tindakan2 dalam keperawatan, sedangkan EN,EEN,TEN ataupun AIN tidak di berikan wewenang dalam memberikan obat terutama injeksi. Hanya terkecuali beberapa yang telah mengikuti pelatihan yang di perkenankan, itupun harus didampingi seorang Registered Nurse. Jadi pada intinya semua mempunyai tugas dan tanggung jawab masing2. Tetapi walupun demikian di ruang yang sama kita bekerja secara team, saling membantu dan meringankan.

Masih banyak perbedaan2 yang lain yang diantaranya dari segi kelembagaan nursing itu sendiri yang di australia di kenal memiliki Nursing Board. Sebuah lembaga yang mengatur, mengkoordinasi dan mengendalikan system keperawatan yang ada. Lembaga ini juga yang mengeluarkan Nursing Registration untuk bisa bekerja di rumah sakit, dan sebuah Registration harus di renew setiap tahun jika tetap mau bekerja di australia. Sedangkan di Indonesia, apakah kita sudah mempunyai sebuah lembaga yang mampu mengkoordinasi system keperawatan kita seperti halnya yang ada di Australia..? Jawab dalam hati saja ya..?

Welcome to Indonesian Registered Nurse Association


Selamat datang di website IRNI (Ikatan Registered Nurse indonesia)/ IRNA (Indonesian Registered Nurse Association).

Maksud dari organisasi ini adalah untuk memberitahukan tentang diterimanya tanggung-jawab oleh profesi dan kepercayaan yang diberikan masyarakat atas hal-hal yang berhubungan dengan profesi dan pengakuan atas tugas yang dipikul yang melekat pada kode etik profesi. Kode Etik ini mencakup semua RN yang menjadi anggauta organisasi profesi IKATAN RN INDONESIA.
RN harus berusaha keras, baik secara individu maupun kolektip, untuk menerapkan standar etika yang setinggi mungkin.
Prinsip-prinsip yang ditetapkan, menjadi tanggung-jawab profesi dan diharapkan setiap anggauta IKATAN RN INDONESIA Indonesia memiliki tugas pribadi untuk memegang dan terikat pada kode etik profesi.